Zikir Makrifat dan Tasawuf Menurut Abul Husayn an-Nury
Zikir adalah dasar dari tasawuf dan merupakan metode yang penting dalam disiplin kerohanian sufi. Dalam konteks tasawuf, zikir adalah suatu aktifitas untuk mendekatkan diri kepada Awloh untuk mencapai makrifatNya. Zikir bukan hanya ibadah yang bersifat lisaniyah, namun juga qalbiyah. Imam Nawawi menyatakan bahwa yang tepat adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Jika harus salah satunya, maka zikir hatilah yang lebih diutamakan. Meskipun demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam zikir.
Zikir bila dikaji secara mendalam termasuk “Tauhid Uluhiyah” atau “Tauhid Ibadah”, bila ditinjau dari ilmu tasawuf, zikir termasuk dalam aliran atau tasawuf amali. Dalam ajaran tasawuf, seseorang yang ingin mencapai makrifat seharusnya ia mendekatkan diri dan selalu mengucapkan dan menanamkan di hatinya kalimat Awloh.
Berikut ini adalah beberapa dalil dzikir dari al-Qur’an yang menjadi landasan dalam tasawuf:
“Ingatlah kalian kepadaku, niscaya Aku ingat kepada kalian. “Orang-orang yang mengingat Awloh sambil berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring. “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah dengan dzikir yang banyak. Dan bertasbihlah kepadanya di waktu pagi dan petang. “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya, serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Awloh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Awloh-lah hati menjadi tentram.
Abul Husayn an-Nury, yang lebih dikenal dengan sebutan Nuri, adalah sosok yang sangat penting dalam sejarah awal tasawuf. Lahir di kota Baghdad pada tahun 840 Masehi, Nuri adalah seorang sufi yang dedikasinya terhadap pencarian spiritual telah memberikan inspirasi bagi banyak orang.
Meskipun ia berasal dari Persia, Nuri memilih untuk menghabiskan sebagian besar hidupnya di Baghdad, kota yang pada saat itu merupakan pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Baghdad adalah tempat di mana Nuri menemukan jalan spiritualnya dan menjadi sufi yang kita kenal hari ini.
Nuri dikenal dengan julukan "Nuri", yang berarti "cahaya". Julukan ini bukanlah sekedar nama, melainkan mencerminkan karakter dan sifat Nuri yang memancarkan cahaya spiritual. Menurut catatan-catatan populer, Nuri dikenal karena kemampuannya untuk "memancarkan cahaya saat berbicara". Ini adalah metafora yang menggambarkan bagaimana kata-kata dan ajaran Nuri mampu memberikan pencerahan dan inspirasi bagi mereka yang mendengarnya.
Kisah Nuri dan dedikasinya terhadap tasawuf adalah contoh nyata dari bagaimana seseorang dapat mencapai tingkat spiritual yang tinggi melalui zikir dan meditasi. Melalui praktek ini, Nuri mampu mencapai makrifat, atau pengenalan mendalam terhadap Tuhan, yang merupakan tujuan utama dari tasawuf. Kisah hidup Nuri dan ajaran-ajarannya telah menjadi inspirasi bagi banyak sufi dan pencari spiritual lainnya sepanjang sejarah.
Nuri, seorang sufi terkenal, dikenal luas karena ucapannya yang mendalam dan penuh cinta, "Aku mencintai Tuhan dan Tuhan mencintaiku". Ucapan ini bukanlah sekedar kata-kata, melainkan merupakan cerminan dari hubungan spiritual yang intens dan pribadi antara Nuri dan Tuhan. Ucapan ini mencerminkan keyakinan Nuri bahwa cinta adalah jalan menuju Tuhan dan bahwa Tuhan, dalam kasihnya yang tak terbatas, juga mencintai umatnya.
Ucapan Nuri ini menjadi semacam mantra dalam perjalanan spiritualnya, sebuah ungkapan yang mengingatkannya akan hubungan cinta yang terjalin antara dirinya dan Tuhan. Ini adalah ungkapan yang membantu Nuri untuk tetap fokus dalam perjalanan spiritualnya, dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak pencari spiritual lainnya.
Selain itu, Nuri juga dikenal sebagai penulis dari "Maqamat al-qulub" atau "Stasiun-Stasiun Hati". Buku ini adalah karya monumental yang menjelajahi berbagai tahapan dalam perjalanan spiritual seorang sufi. Dalam buku ini, Nuri menggambarkan berbagai "stasiun" atau tahapan dalam perjalanan spiritual, mulai dari penyesalan dan pertobatan, hingga cinta dan persatuan dengan Tuhan.
"Maqamat al-qulub" adalah panduan spiritual yang berharga, yang membantu para pembaca untuk memahami dan menavigasi jalan spiritual mereka sendiri. Melalui buku ini, Nuri berbagi wawasan dan pengalamannya dalam meniti jalan sufi, dan membantu para pembaca untuk memahami bagaimana mereka juga dapat mencapai makrifat atau pengenalan mendalam terhadap Tuhan.
Pada tahun 878 Masehi, Nuri dan beberapa teman-temannya menghadapi tantangan besar dalam perjalanan spiritual mereka. Mereka dituduh melakukan bid'ah, sebuah tuduhan serius dalam Islam yang berarti mengenalkan praktek atau ajaran baru yang tidak ada dalam ajaran asli agama. Tuduhan ini cukup serius untuk mengarah pada pengadilan.
Nuri, dengan keberanian dan integritas yang luar biasa, menawarkan diri untuk diadili sebelum teman-temannya. Sikap ini mencerminkan komitmennya terhadap kebenaran dan keadilan, serta keinginannya untuk melindungi teman-temannya dari tuduhan yang mungkin tidak berdasar. Sikap mulia ini membuat penguasa saat itu terkesan.
Penguasa tersebut kemudian melakukan penyelidikan mendalam terhadap kasus ini. Hasilnya, mereka menemukan bahwa Nuri dan teman-temannya adalah Muslim yang baik. Mereka adalah orang-orang yang berdedikasi dalam mencari kebenaran spiritual dan bukanlah orang-orang yang ingin merusak ajaran agama. Dengan demikian, mereka dibebaskan dari tuduhan bid'ah.
Namun, meskipun dibebaskan, Nuri memilih untuk pergi ke Raqqa, sebuah kota di Suriah. Alasan pasti pengasingan ini tidak diketahui, tetapi bisa jadi ini adalah bagian dari perjalanan spiritualnya. Setelah beberapa waktu, Nuri kembali ke Baghdad, kota kelahirannya.
Kisah ini menunjukkan betapa Nuri adalah seorang sufi yang berdedikasi dan berani. Ia tidak takut menghadapi tantangan dan selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. Kisah ini juga menunjukkan bagaimana Nuri dihargai dan dihormati oleh orang lain, termasuk penguasa, karena integritas dan kejujurannya..
Nuri memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan awal tasawuf. Puisi dan pernyataan dari Nuri sering diceritakan dalam tasawuf populer. Karyanya, Maqamat al-qulub, adalah warisan penting bagi tradisi sufi.
Nuri meninggal pada tahun 908 M. Meskipun tempat dan cara kematiannya tidak dicatat secara detail, diketahui bahwa ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Baghdad.
Demikianlah kisah ini diceritakan, segala kebenaran detailnya kita kembalikan kepada Awloh, Tuhan yang maha esa, sang pemilik kisah kehidupan.
Komentar
Posting Komentar