Kisah Legenda Bawang Merah dan Bawang Putih

 



Di suatu masa, di sebuah desa yang damai dan tenang, hiduplah seorang janda bersama dua putri cantiknya, Bawang Merah dan Bawang Putih. Mereka tinggal dalam sebuah rumah yang sederhana, namun sarat dengan kisah dan peristiwa.

Bawang Putih, putri yang ayahnya telah meninggal dunia, adalah seorang gadis yang penuh kebaikan. Dia memiliki hati yang lembut, selalu rendah hati, dan rajin dalam segala hal. Kebaikannya mencerminkan dirinya yang selalu tekun dan jujur dalam menjalani hidup.

Sementara itu, Bawang Merah, memiliki sifat yang sangat bertolak belakang dengan Bawang Putih. Dia adalah gadis yang malas, suka bermewah-mewah, dan memiliki hati yang penuh dengan iri dan tamak. Sifat-sifat ini semakin menjadi-jadi karena ibunya yang selalu memanjakannya.

Ibu Bawang Merah, yang juga merupakan ibu tiri Bawang Putih, selalu memenuhi semua kebutuhan dan permintaan Bawang Merah. Dia memperlakukan Bawang Putih seperti pelayan, membebankan semua pekerjaan rumah kepadanya. Mulai dari memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, hingga pekerjaan lainnya, semua menjadi tanggung jawab Bawang Putih. Bawang Merah dan ibunya hanya bermalas-malasan, berdandan, dan menikmati hasil kerja keras Bawang Putih. Jika mereka membutuhkan sesuatu, mereka hanya perlu memerintahkan Bawang Putih untuk melakukannya.

Namun, Bawang Putih tidak pernah mengeluh. Dia selalu melayani ibu tiri dan saudari tirinya dengan senang hati dan ikhlas, meski nasibnya begitu berat. Dia percaya bahwa kebaikan akan selalu membawa kebahagiaan, dan dia terus berharap bahwa suatu hari, kebaikan hatinya akan membawa perubahan positif dalam hidupnya.


Pada suatu hari yang cerah, Bawang Putih tengah sibuk mencuci pakaian. Di antara tumpukan pakaian tersebut, ada selendang milik ibu tirinya. Namun, nasib malang menimpa. Selendang itu terlepas dari tangannya dan hanyut terbawa arus sungai yang deras. Rasa takut dan sedih menyelimuti hati Bawang Putih. Dia khawatir jika ibu tirinya mengetahui, dia bisa saja dimarahi, disalahkan, bahkan diusir dari rumah.

Dengan rasa khawatir yang menggelayut, Bawang Putih memutuskan untuk menyusuri sungai tersebut. Dia berharap bisa menemukan selendang yang telah hanyut. Setiap kali bertemu dengan orang yang sedang berada di sungai, dia selalu menanyakan tentang selendang tersebut. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang melihat keberadaan selendang itu.


Perjalanan mencari selendang itu membawa Bawang Putih sampai ke sebuah gua di ujung sungai. Di dalam gua tersebut, dia bertemu dengan seorang nenek tua. Dengan harapan yang membara, Bawang Putih menanyakan tentang selendang tersebut pada nenek tua itu. Nenek itu ternyata mengetahui keberadaan selendang itu, tetapi dia mengajukan satu persyaratan.

Persyaratan itu adalah Bawang Putih harus membantu nenek tua tersebut melakukan pekerjaan rumah. Karena sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah, Bawang Putih menerima persyaratan tersebut. Dia membantu nenek tua itu dengan sepenuh hati, mulai dari merapikan gua, membersihkan, hingga memasak. Nenek tua itu sangat puas dengan hasil kerja Bawang Putih. Dia merasa senang karena telah menemukan seseorang yang mau membantu pekerjaannya dengan ikhlas dan penuh semangat.


Saat matahari mulai tenggelam, Bawang Putih dengan sopan meminta izin untuk pulang kepada nenek tua itu. Nenek itu, dengan senyum yang hangat dan penuh kasih, mengembalikan selendang yang telah hanyut dan memberikan dua buah labu sebagai tanda terima kasih atas bantuan Bawang Putih. Labu-labu itu berukuran berbeda, satu besar dan satu lagi kecil.

Bawang Putih, yang selalu hidup sederhana dan tidak pernah tamak, memilih labu yang lebih kecil. Dia berharap labu kecil itu cukup untuk membuat ibu dan saudari tirinya merasa bahagia. Namun, ketika dia sampai di rumah, mereka malah marah karena Bawang Putih pulang terlambat.

Bawang Putih mencoba menjelaskan apa yang terjadi, dia bercerita tentang selendang yang hanyut dan pertemuannya dengan nenek tua di gua. Namun, ibu dan saudari tirinya tetap saja marah karena Bawang Putih hanya membawa satu buah labu yang kecil.

Dalam kemarahan, ibu tiri Bawang Putih melemparkan labu itu ke lantai. Labu itu pecah dan, alangkah terkejutnya mereka, di dalam labu itu terdapat berbagai perhiasan, permata, emas, dan intan yang berkilauan. Mereka terdiam, tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Namun, alih-alih merasa bersyukur, mereka malah semakin marah pada Bawang Putih karena dia hanya membawa labu yang kecil.


Dipengaruhi oleh sifat tamak dan serakah ibu dan saudari tirinya, Bawang Merah memutuskan untuk meniru apa yang telah dilakukan Bawang Putih. Dengan sengaja, dia melemparkan selendang milik ibunya ke sungai dan berjalan menyusuri arus sungai tersebut. Dia bertanya kepada setiap orang yang dia temui di sepanjang sungai, namun dengan nada kasar dan sombong.

Perjalanan itu membawanya sampai ke gua tempat nenek tua tinggal. Namun, berbeda dengan Bawang Putih yang dengan ikhlas membantu nenek tua itu, Bawang Merah dengan sombongnya meminta labu yang berukuran besar dan menolak untuk membantu nenek tersebut.

Meski demikian, nenek tua itu tetap memberikan labu besar itu kepada Bawang Merah. Dengan hati penuh gembira, Bawang Merah pulang sambil membawa labu besar itu, membayangkan betapa banyak perhiasan yang ada di dalamnya.


Sesampainya di rumah, ibunya sudah tidak sabar untuk membuka labu itu. Mereka segera memecahkan labu itu, namun apa yang mereka temukan? Bukan setumpuk perhiasan yang mereka harapkan, melainkan ular dan hewan berbisa lainnya! Mereka ketakutan dan berlari.

Pada akhirnya, Bawang Merah dan ibunya menyadari kesalahan mereka. Mereka menyesali perbuatan buruk yang telah mereka lakukan kepada Bawang Putih dan meminta maaf. Bawang Putih, dengan hati yang baik dan penuh pengampunan, memaafkan mereka berdua.

Demikianlah cerita ini yang merupakan dongeng dengan pesan moral yang luar biasa, yaitu setiap orang yang berbuat kasar serta serakah akan mendapatkan balasan yang setimpal. Karena sifat kasar dan juga serakah sangat tidak baik untuk dilakukan. Selain itu juga mengajarkan seseorang untuk selalu jujur, rendah hati dan selalu sabar dalam menghadapi setiap masalah. Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Legenda Putri Gunung Ledang, Cerita Rakyat Malaka

Kisah Gunung Sumbing: Sejarah, Legenda dan Cerita Mistis

Kisah Legenda Puteri Junjung Buih, Cerita Rakyat Kalimantan