Kisah Abu Nawas: Membangun Istana Di Awan
Di kerajaan yang megah, di mana langit biru membentang luas dan angin berhembus lembut, Raja Harun al-Rasyid, penguasa yang bijaksana dan berwawasan luas, dihinggapi keinginan yang tak lazim. Dengan semangat yang berkobar, ia memimpikan sebuah istana yang menjulang tinggi, melampaui awan putih yang berarak di langit. Keinginan ini bukanlah sekadar khayalan semata, melainkan sebuah ambisi yang ingin diwujudkan sang Raja.
Dalam pencarian solusi atas impian yang tampak mustahil itu, Raja Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas, sang penasihat yang cerdik dan penuh akal. Abu Nawas, yang dikenal dengan kecerdasan dan kejelian pikirannya, dipercaya mampu menemukan jalan keluar dari setiap persoalan yang rumit.
Abu Nawas, dengan langkah mantap, mendekati singgasana Raja. "Abu Nawas," ujar sang Raja dengan penuh harap, "Aku ingin membangun istana di awang-awang, agar namaku semakin harum di antara para raja di dunia ini. Apakah engkau bisa mewujudkan keinginanku ini?"
Dengan senyum yang mengandung kebijaksanaan, Abu Nawas menjawab, "Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini, Paduka yang mulia. Jika Paduka percaya bahwa hal ini dapat terwujud, maka aku siap menerima tanggung jawab untuk mewujudkan proyek pembangunan istana di awan."
Raja Harun al-Rasyid, puas dengan jawaban Abu Nawas, memberikan waktu beberapa minggu untuk menyelesaikan tugas yang tampaknya berat ini. Abu Nawas, meski terkejut dengan tanggung jawab yang tiba-tiba ini, tidak dapat menarik kembali kata-katanya. Ia pun mulai merenung, mencari cara untuk memenuhi permintaan Raja yang tampaknya mustahil itu.
Beberapa hari berlalu, dan Abu Nawas tidak melakukan apa-apa selain merenung dan mengingat masa lalunya, mencari inspirasi. Akhirnya, ia teringat akan masa kecilnya, bermain layang-layang di bawah langit yang sama. Dari kenangan itulah, ide cemerlang terlintas dalam benaknya.
Tanpa membuang waktu, Abu Nawas dan beberapa sahabatnya mulai merancang layang-layang raksasa berbentuk persegi empat. Mereka bekerja dengan tekun, melukis pintu, jendela, dan ornamen lainnya hingga layang-layang itu menyerupai istana yang megah.
Ketika layang-layang raksasa itu akhirnya membumbung tinggi di angkasa, seluruh penduduk negeri terpesona. Raja Harun al-Rasyid, yang melihat keajaiban itu dari jauh, merasa bangga dan gembira. "Benarkah Abu Nawas berhasil membangun istana di langit?" gumam sang Raja, tak sabar untuk melihat lebih dekat.
Dengan bangga, Abu Nawas menyambut Raja. "Paduka yang mulia, istana yang Paduka impikan kini telah rampung," ucapnya.
Raja, yang terkesima, memuji Abu Nawas, "Engkau benar-benar hebat, wahai Abu Nawas!"
Namun, ketika Raja bertanya bagaimana caranya untuk mencapai istana di awan, Abu Nawas menjawab dengan bijak, "Paduka yang mulia, sayap yang kita butuhkan untuk terbang hanyalah dalam mimpi."
Raja, yang menyadari kebenaran di balik kata-kata Abu Nawas, tersenyum. "Kita berdua mungkin sama-sama gila, Abu Nawas, tetapi aku menghargai kecerdasanmu dalam menghadapi permintaan yang mustahil ini."
Dengan itu, Raja Harun al-Rasyid kembali ke istananya, diiringi para pengawal, sementara Abu Nawas tersenyum, memandang ke atas, ke istana yang terapung di awang-awang, sebuah simbol dari imajinasi yang tak terbatas dan kecerdasan yang mengatasi keterbatasan.
Komentar
Posting Komentar