Kisah Hidup Umar Bin Khattab, Singa Padang Pasir, Khalifah Kedua Islam Sahabat Rosulullah


Umar bin Khattab, seorang tokoh yang kelak menjadi salah satu pilar penting dalam sejarah Islam, lahir di kota Makkah pada tahun 584 Masehi, tepatnya 13 tahun setelah peristiwa Abraha menyerang Ka’bah dengan gajah, yang juga dikenal sebagai Tahun Gajah. Ia adalah putra dari Al-Khathab bin Nufail, seorang pedagang kain terkenal di Makkah.

Sejak kecil, Umar telah menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan yang kuat. Ia memiliki tubuh yang tinggi besar, dan wataknya keras, sifat yang tidak biasa untuk anak seusianya. Meski demikian, Umar tumbuh menjadi anak yang berani dan pemberani, selalu siap untuk melindungi teman-temannya dan berdiri untuk apa yang ia percayai.

Masa kecil Umar dihabiskan di lingkungan suku Quraisy, suku terpandang di Makkah. Meski ia tumbuh di antara anak-anak bangsawan yang kaya raya, Umar tidak pernah merasa iri atau rendah diri. Sebaliknya, ia selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal, baik itu dalam berdagang, bermain, maupun belajar.

Masa kecil Umar penuh dengan tantangan dan pengalaman yang membentuk karakternya. Ia belajar untuk berjuang dan bertahan dalam kehidupan yang keras di Makkah. Namun, semua pengalaman ini hanya mempersiapkan Umar untuk peran yang lebih besar yang menantinya di masa depan. 


Masa remaja Umar bin Khattab adalah periode yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Di masa ini, Umar mulai dikenal sebagai si garang oleh teman-teman sebayanya. Namun, julukan ini bukanlah sebuah hinaan, melainkan pengakuan atas keberanian dan ketegasannya.

Umar tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan berani. Ia tidak pernah takut untuk menghadapi tantangan dan selalu siap untuk berdiri demi kebenaran. Meski sering berada di tengah konflik, Umar selalu berhasil menjaga integritas dan martabatnya.

Meski tumbuh di lingkungan yang mewah dan berlimpah, Umar tidak pernah tergoda oleh kemewahan tersebut. Ia tetap rendah hati dan tidak pernah merasa iri terhadap teman-temannya yang lebih kaya. Bagi Umar, kekayaan bukanlah ukuran keberhasilan atau kebahagiaan. Ia percaya bahwa kebahagiaan sejati berasal dari kepuasan hati dan ketenangan jiwa.

Umar juga dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan berwawasan luas. Ia selalu berusaha untuk belajar dan memperdalam pengetahuannya tentang berbagai hal. Ia percaya bahwa pengetahuan adalah kunci untuk memahami dunia dan mencapai keberhasilan.


Pada awalnya, Umar bin Khattab adalah salah satu penentang terkuat terhadap agama baru yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Ia melihat ajaran baru ini sebagai ancaman terhadap tradisi dan nilai-nilai suku Quraisy, suku terpandang di Makkah tempat ia tumbuh dan dibesarkan.

Umar sangat geram pada Nabi Muhammad dan pengikutnya. Ia melihat mereka sebagai pengacau yang telah memecah belah kesatuan suku Quraisy. Bagi Umar, agama baru ini tidak hanya merusak tatanan sosial, tetapi juga mengancam kestabilan dan kemakmuran Makkah.

Dengan semangat yang membara, Umar berusaha sekuat tenaga untuk memerangi Islam. Ia tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk menekan pengikut Nabi Muhammad. Ia berharap dengan cara ini, ia bisa memadamkan api Islam yang baru saja menyala.

Namun, semakin keras Umar menentang, semakin kuat juga iman pengikut Nabi Muhammad. Mereka tidak gentar menghadapi intimidasi dan ancaman dari Umar dan penentang lainnya. Mereka tetap setia pada ajaran Nabi Muhammad dan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga api Islam tetap menyala.

Periode ini adalah salah satu masa paling gelap dalam hidup Umar. Ia terjebak dalam kemarahan dan kebencian yang mendalam terhadap Islam. 


Pada tahun keenam kenabian, ketika Umar berusia 27 tahun, terjadi peristiwa yang mengubah arah hidupnya. Sebuah peristiwa yang mengubahnya dari penentang Islam menjadi salah satu pendukung terkuatnya.

Suatu hari, Umar memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad, berharap dengan itu ia bisa mengakhiri penyebaran agama baru ini. Namun, dalam perjalanan menuju rumah Nabi, Umar bertemu dengan seorang sahabat yang telah memeluk Islam secara diam-diam. Sahabat itu memberitahu Umar bahwa adik dan ibunya juga telah memeluk Islam.

Saat Umar tiba di rumah adiknya, ia mendengar suara adiknya dan suaminya yang sedang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, saat Umar masuk, Fatimah dan suaminya segera berhenti membaca dan menyembunyikan lembaran Al-Qur’an.

Umar bertanya tentang suara yang ia dengar dan apa yang mereka sembunyikan. Ketika mereka mengakui bahwa mereka sedang membaca Al-Qur’an, Umar menjadi lebih marah. Ia menampar adiknya dan suaminya hingga berdarah.

Namun, meski dalam keadaan marah, Umar akhirnya meminta untuk membaca lembaran Al-Qur’an tersebut. Setelah membaca ayat-ayat tersebut, hati Umar luluh dan ia merasa penyesalan. Mendengar bacaan Al-Qur’an itu, hati Umar tergugah. Ia merasa ada sesuatu yang menarik dalam kata-kata itu, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dengan hati yang penuh penasaran, Umar memutuskan untuk menemui Nabi Muhammad. Ketika ia sampai di rumah Nabi, ia mendengar Nabi sedang membaca surat Taha dari Al-Qur’an. Mendengar bacaan itu, hati Umar luluh. Ia merasa seolah-olah kata-kata itu ditujukan langsung kepadanya, menyentuh bagian terdalam dari jiwanya.

Pada saat itulah, Umar memutuskan untuk memeluk Islam. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Nabi Muhammad, menandai awal dari perjalanan barunya sebagai seorang Muslim. Dari penentang yang keras, Umar berubah menjadi pendukung yang setia dari agama Islam, sebuah perubahan yang akan membawanya pada peran penting dalam sejarah Islam.


Setelah memeluk Islam, Umar bin Khattab tidak hanya menjadi seorang Muslim biasa. Ia berubah menjadi salah satu penyebar dakwah Islam yang paling gigih dan berdedikasi. Ia menggunakan kekuatan dan pengaruhnya untuk membantu menyebarluaskan ajaran Islam, baik di Makkah maupun di luar kota tersebut.

Umar percaya bahwa Islam adalah agama yang benar dan ia merasa memiliki kewajiban untuk membantu menyebarluaskannya. Ia berusaha keras untuk meyakinkan orang lain untuk memeluk Islam, baik melalui kata-kata maupun perbuatannya.

Salah satu kontribusi terbesar Umar adalah ide untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan. Sebelumnya, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena takut akan penentangan dari suku Quraisy. Namun, Umar berpendapat bahwa Islam adalah agama yang benar dan tidak perlu disembunyikan.

Dengan dukungan dari Umar, Nabi Muhammad dan para sahabatnya mulai melakukan dakwah secara terbuka. Mereka berjalan-jalan di jalanan Makkah, membaca Al-Qur’an dan mengajak orang lain untuk memeluk Islam. Meski mendapat penentangan keras dari suku Quraisy, mereka tidak gentar. Mereka percaya bahwa kebenaran akan selalu menang.


Pada suatu hari di Makkah, beberapa saat setelah turunnya wahyu tentang perintah hijrah ke Madinah, Rasulullah. mengumpulkan para sahabatnya. Dengan wajah penuh harap, beliau menyampaikan perintah Allah untuk berhijrah ke Madinah, kota yang akan menjadi rumah baru bagi umat Islam.

Para sahabat mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Mereka akan meninggalkan rumah, keluarga, dan kenangan di Makkah. Namun, mereka juga tahu bahwa di Madinah, kaum Anshar sudah menunggu mereka dengan tangan terbuka.

Namun, di antara mereka, ada satu sosok yang berbeda. Umar bin Khattab, seorang sahabat yang dikenal karena keberaniannya, memiliki rencana sendiri. Ia tidak ingin berhijrah secara diam-diam seperti sahabat-sahabat lainnya.

Sebelum berangkat, Umar mengambil pedangnya, menyelempangkan busur, dan menggenggam anak panah di tangan. Ia juga membawa sebatang tongkat komando, simbol dari keberaniannya dan tekadnya.

Dengan perlengkapan tersebut, Umar menuju ke Ka’bah, tempat orang-orang Quraisy tengah berkumpul. Ia berdiri di tengah mereka, menantang mereka dengan tatapan tajam dan sikap yang penuh keberanian.

Umar mengumumkan niatnya untuk berhijrah ke Madinah. Ia menantang siapa pun yang berani menghalangi jalannya untuk bertemu dengannya di luar kota. Tak seorang pun berani menantang Umar. Mereka tahu tentang kekuatan dan keberaniannya.

Dengan demikian, Umar bin Khattab memulai perjalanannya menuju Madinah. Ia berangkat dengan kepala tegak, menantang segala rintangan yang mungkin ia hadapi. Perjalanan ini bukan hanya sebuah hijrah fisik, tetapi juga hijrah spiritual, sebuah langkah besar menuju penyebaran Islam.


Setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat Islam membutuhkan seorang pemimpin yang bisa melanjutkan perjuangan Nabi dalam menegakkan ajaran Islam. Pilihan jatuh pada Abu Bakar as-Siddiq, sahabat dekat dan pendukung setia Nabi Muhammad. Namun, setelah dua tahun memimpin, Abu Bakar wafat dan memerlukan pengganti.

Pada saat itulah, Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah kedua dalam Khulafaur Rasyidin. Sebagai khalifah, Umar memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin umat Islam dan melanjutkan misi dakwah yang telah dimulai oleh Nabi Muhammad.

Umar bin Khattab muncul sebagai sosok yang paling gigih dalam menegakkan ajaran Islam. Ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Ia menerapkan hukum Islam dengan tegas dan tidak pandang bulu, baik kepada rakyat biasa maupun kepada anggota keluarganya sendiri.

Selama masa kepemimpinannya, Umar berhasil membawa Islam ke puncak kejayaannya. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam dan memperkuat struktur pemerintahan Islam. Ia juga dikenal karena kebijakannya yang pro-rakyat, seperti pembagian Baitul Mal dan pembentukan sistem pengadilan Islam.

Namun, di balik semua pencapaian tersebut, Umar tetap rendah hati. Ia selalu mengingatkan dirinya bahwa ia hanyalah seorang hamba Allah yang diberi amanah untuk memimpin umat Islam. Ia selalu berusaha untuk menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya, demi kebaikan umat Islam dan kemuliaan agama Islam.

Masa kepemimpinan Umar bin Khattab sebagai khalifah adalah salah satu masa paling bersejarah dalam sejarah Islam. Ia telah membuktikan bahwa dengan kepemimpinan yang adil dan bijaksana, Islam bisa menjadi agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam.


Umar bin Khattab, seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, dikenal luas karena keberaniannya dalam menegakkan kebenaran. Pengakuan atas kebijaksanaannya datang langsung dari Nabi Muhammad, yang memberinya julukan Al-Faaruq, yang berarti pembeda.

Julukan ini bukanlah sebuah pemberian sembarangan. Ini adalah pengakuan atas kemampuan Umar dalam membedakan antara yang benar dan salah, antara keadilan dan ketidakadilan. Umar dikenal karena keberaniannya dalam menegakkan hukum Islam, tanpa memandang siapa yang ia hadapi. Baik itu rakyat biasa, anggota keluarga, atau bahkan dirinya sendiri, Umar selalu berusaha untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Julukan Al-Faaruq juga mencerminkan peran penting Umar dalam sejarah Islam. Sebagai khalifah kedua, Umar memiliki peran penting dalam membentuk dan memperkuat komunitas Muslim. Ia berkontribusi dalam banyak aspek, mulai dari penyebaran Islam, pembentukan hukum dan peraturan, hingga pembangunan infrastruktur.

Namun, di balik semua pencapaian dan kontribusinya, Umar tetap rendah hati. Ia selalu mengingatkan dirinya bahwa ia hanyalah seorang hamba Allah yang diberi amanah untuk memimpin umat Islam. Ia selalu berusaha untuk menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya, demi kebaikan umat Islam dan kemuliaan agama Islam.

Julukan Al-Faaruq adalah pengakuan atas kebijaksanaan dan keadilan Umar. Ini adalah simbol dari dedikasi dan komitmennya terhadap Islam, dan pengingat bagi kita semua tentang pentingnya keadilan dan kebenaran.


Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam Khulafaur Rasyidin, memiliki kehidupan pernikahan dan rumah tangga yang cukup menarik. Ia menikahi sembilan perempuan dan memiliki 12 keturunan, yakni 8 anak laki-laki dan 4 anak perempuan.

Salah satu pernikahan yang paling dikenal adalah pernikahannya dengan Ummu Kultsum, putri dari Ali bin Abi Thalib. Umar sangat menghargai istrinya ini, dan memberinya mahar sebesar empat ribu dirham sebagai penghormatan untuknya, ibu dan ayahnya, serta untuk nasab yang mulia.

Sebelum menikahi Ummu Kultsum, Umar sebenarnya bermaksud meminang Zainab, putri lain dari Ali. Namun, Ali menolak dengan alasan bahwa Zainab masih terlalu muda dan ia sudah berencana menikahkannya dengan sepupunya sendiri, Abdullah bin Jafar. Meski demikian, Umar tetap ingin menjalin kekerabatan dengan keluarga Nabi, dan akhirnya menikahi Ummu Kultsum.

Dalam kehidupan rumah tangganya, Umar dikenal sebagai suami yang lembut dan penyayang. Meski ia memiliki watak yang keras, namun ia tidak pernah berlaku kasar terhadap istrinya. Bahkan ketika istrinya memarahinya, Umar hanya diam dan tidak membalas. Ia sangat menghargai jasa istrinya dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Kisah pernikahan dan rumah tangga Umar bin Khattab ini menunjukkan betapa tingginya budi pekerti sang khalifah dalam menghormati istrinya. Ia menunjukkan bahwa meski seorang pemimpin, ia tetap seorang suami dan ayah yang penyayang dan pengertian.


Umar bin Khattab, dikenal luas karena kebijaksanaan dan visinya yang jauh ke depan. Salah satu visi besar Umar yang paling berpengaruh adalah ide untuk menyatukan wahyu Allah. dalam sebuah kitab.

Pada masa itu, wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. biasanya ditulis di lembaran-lembaran terpisah. Lembaran-lembaran ini disimpan di berbagai tempat dan oleh berbagai orang. Meski metode ini cukup efektif pada awalnya, namun Umar melihat bahwa ada risiko besar jika metode ini terus dipertahankan.

Umar khawatir bahwa lembaran-lembaran tersebut bisa hilang, rusak, atau bahkan disalahgunakan. Ia juga khawatir bahwa generasi mendatang mungkin akan kesulitan untuk memahami dan menginterpretasikan wahyu tersebut jika mereka tersebar di berbagai tempat.

Dengan visi yang jauh ke depan, Umar mengusulkan untuk menyatukan semua lembaran wahyu tersebut dalam sebuah kitab. Ia percaya bahwa dengan menyatukan semua wahyu dalam sebuah kitab, umat Islam akan lebih mudah untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam.

Usulan Umar ini diterima dengan baik oleh sahabat-sahabat lainnya. Mereka bekerja sama untuk mengumpulkan semua lembaran wahyu dan menyusunnya dalam sebuah kitab yang kita kenal sekarang sebagai Al-Qur’an.


Cerita menarik lainnya tentang Umar bin Khattab, Khalifah kedua dalam Khulafaur Rasyidin ini dikenal luas sebagai sosok yang ditakuti oleh setan. Kisah ini bukanlah mitos atau legenda, melainkan sebuah fakta yang diakui oleh banyak orang, termasuk Rasulullah sendiri.

Umar bin Khattab adalah seorang Muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang sangat kuat. Ia selalu berusaha untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Ia juga dikenal karena keberaniannya dalam menegakkan hukum Islam dan berjuang melawan kezaliman.

Setan selalu menghindari pertemuan dengan Umar. Setiap kali Umar berjalan di suatu tempat, setan akan mengambil jalur lain. Setan tahu bahwa ia tidak akan bisa menggoda atau menyesatkan Umar, karena keberanian, kekuatan iman dan ketakwaannya.


Pada tahun 644 Masehi, dunia Islam kehilangan salah satu pemimpinnya yang paling berpengaruh. Umar bin Khattab, khalifah kedua dan salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad, meninggal dunia. Kematian Umar menandai akhir dari perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan dan pengorbanan demi Islam.

Umar bin Khattab wafat di Madinah, kota yang telah menjadi rumahnya sejak hijrah dari Makkah. Kota ini juga menjadi saksi bisu atas perjuangan dan pengabdiannya selama menjadi khalifah. Di sini, Umar telah memimpin umat Islam dengan kebijaksanaan dan keadilan, membawa Islam ke puncak kejayaannya.

Umar bin Khattab meninggal setelah diserang oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak Persia. Abu Lukluk adalah seorang Persia yang memeluk Islam setelah wilayah Persia ditaklukkan oleh Umar bin Khattab dalam upaya perluasan wilayah Islam. Pembunuhan tersebut dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati Abu Lukluk akibat kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya.

Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk saat menjadi imam sholat Subuh pada Rabu, 23 Hijriyah. Umar ditikam menggunakan pisau sebanyak 6 kali. Setelah itu, Umar dibawa pulang ke rumahnya dengan kondisi tak sadarkan diri dan darah yang mengalir dari tubuhnya.

Sebelum wafat, Umar bin Khattab berdoa kepada Allah agar diberikan kesyahidan dan Allah pun mengabulkan doanya. Umar bin Khattab meninggal setelah sholat Subuh.

Makam Umar berada di sebelah kiri makam Nabi Muhammad di Masjid Nabawi, Madinah. Meskipun Aisyah, istri Rasulullah, sangat ingin kelak dimakamkan di samping suaminya Rasulullah dan ayahnya, Abu Bakar ash-Shiddiq, namun ia menyetujui permohonan Umar untuk dimakamkan di samping Rasulullah.

Kematian Umar bin Khattab menandai akhir dari perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan dan pengorbanan demi Islam. Meski Umar telah tiada, namun semangat dan dedikasinya terhadap Islam tetap hidup dalam hati umat Islam. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak orang, mengajarkan nilai-nilai keberanian, keadilan, dan pengabdian.

Meski Umar telah tiada, namun semangat dan dedikasinya terhadap Islam tetap hidup dalam hati umat Islam. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak orang, mengajarkan nilai-nilai keberanian, keadilan, dan pengabdian. Umar bin Khattab mungkin telah wafat, namun warisannya akan tetap abadi dalam sejarah Islam.

Akhir perjalanan hidup Umar bin Khattab bukanlah akhir dari pengaruhnya. Sebaliknya, itu adalah awal dari legenda Umar bin Khattab, seorang pemimpin yang adil, seorang sahabat yang setia, dan seorang Muslim yang taat. Umar bin Khattab, al-Faruq, sang pembeda antara kebenaran dan kebatilan, akan selalu dikenang sebagai salah satu tokoh terbesar dalam sejarah Islam. Demikianlah kisah ini diceritakan, semoga dapat menghibur dan menambah wawasan, WAllahu A’lam Bishawab.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Legenda Putri Gunung Ledang, Cerita Rakyat Malaka

Kisah Legenda Puteri Junjung Buih, Cerita Rakyat Kalimantan

Kisah Gunung Sumbing: Sejarah, Legenda dan Cerita Mistis