Kisah Nabi Muhammad dan Anak Yatim Penggembala
Ibnu Masud, seorang anak lelaki yang baru saja kehilangan ayahnya dalam perjalanan mencari nafkah, datang dari Hudzail ke Makkah dengan hati yang penuh kepiluan dan ketidakpastian. Ayahnya yang selalu menjadi sosok pelindung dan pemberi semangat, kini telah tiada, meninggalkan Ibnu Masud dalam perjuangan hidup yang harus ia hadapi sendirian.
Setibanya di Makkah, kota yang tak pernah sepi dari hiruk pikuk para pedagang dan peziarah, Ibnu Masud yang masih belia harus menemukan cara untuk bertahan hidup. Ia akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai penggembala kambing, bekerja untuk seorang tokoh Quraisy bernama 'Uqbah bin Abi Muith. Tugasnya memang sederhana, menggiring dan menjaga kambing-kambing di padang rumput yang luas, namun bagi Ibnu Masud, tugas ini adalah tanggung jawab besar yang ia jalani dengan kesabaran dan kejujuran yang luar biasa.
Setiap hari, di bawah terik matahari Makkah, Ibnu Masud menjalani rutinitasnya. Ia bangun sebelum fajar, memastikan setiap kambing dalam kondisi baik, lalu menggiring mereka menuju padang rumput terbaik. Dalam keheningan pagi yang masih diselimuti kabut, terdengar suara lonceng kecil yang menggantung di leher kambing-kambing, seperti irama yang menenangkan hati Ibnu Masud yang dirundung duka.
Dengan penuh ketelatenan, ia mengawasi setiap gerakan kawanan kambingnya, menjaga mereka dari ancaman serigala dan memastikan mereka tidak tersesat. Meski tubuhnya masih kecil, semangatnya besar dan tangguh. Ibnu Masud tak pernah mengeluh, ia selalu menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, menunjukkan integritas dan kerja keras yang mengagumkan.
Suatu hari, di sebuah padang pasir yang luas dan terpencil, Ibnu Masud bekerja menggembalakan kambing milik Uqbah bin Abi Muith. Dengan tekad kuat dan ketelitian yang tinggi, ia menjaga kawanan kambing tersebut agar tetap aman. Tiba-tiba, di tengah kesibukannya, tampak dua sosok yang berlari mendekatinya. Mereka adalah Nabi Muhammad dan Abu Bakr, yang tengah melarikan diri dari kejaran orang-orang musyrik.
Wajah mereka berkilau dalam terik matahari, namun tampak kelelahan. Salah satu dari mereka, dengan penuh keramahan, bertanya kepada Ibnu Masud, "Wahai anak kecil, apakah engkau memiliki susu yang dapat kami minum?" Dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, Ibnu Masud menjawab, "Aku hanyalah orang yang dipercaya menggembalakan kambing ini, sehingga aku tidak bisa memenuhi permintaan kalian."
Nabi Muhammad kemudian bertanya lagi, "Apakah engkau punya seekor anak kambing betina yang belum dikawini pejantan?" Ibnu Masud mengangguk dan menjawab, "Iya."
Dengan segera, Ibnu Masud membawakan anak kambing betina tersebut kepada Nabi. Nabi pun mengusap kambing itu sambil mengucapkan doa yang dipenuhi rasa syukur dan keyakinan. Ajaibnya, air susu pun mulai terkumpul dari ambing kambing betina tersebut, mengalir deras seolah-olah siap membasahi dahaga mereka.
Dengan langkah tenang dan mantap, Abu Bakr mendekati sebuah batu yang memiliki cekungan alami. Batu itu tampak seperti sebuah cawan yang dibuat oleh tangan alam sendiri. Dengan cekatan, Abu Bakr mulai memerah susu dari ambing anak kambing betina yang baru saja diusap oleh Nabi . Susu segar mengalir deras, memenuhi cekungan batu tersebut.
Setelah memerah susu, Abu Bakr pertama kali meminum susu itu, meneguknya perlahan seolah setiap tetesnya penuh dengan keberkahan. Kemudian giliran Ibnu Masud, yang dengan rasa takjub mengangkat batu tersebut dan merasakan kesegaran susu yang baru saja diperah.
Setelah susu telah diminum dan rasa haus mereka telah terpuaskan, Nabi Muhammad kembali berfokus pada anak kambing itu. Dengan penuh keyakinan, beliau mengucapkan perintah lembut, "Menyusutlah." Sontak, ambing anak kambing itu mulai menyusut, kembali seperti semula, seolah tak pernah disentuh.
Terpesona oleh kejadian itu, di hari-hari berikutnya, Ibnu Masud memutuskan untuk mendatangi Nabi dan meminta bimbingan. "Ajari aku perkataan yang engkau ucapkan waktu itu," katanya dengan semangat. Nabi tersenyum dan menatapnya penuh penghargaan, "Engkau anak muda yang cerdas."
Dalam perjalanan singkat itu, Ibnu Masud berhasil menghafalkan tujuh puluh surat Al-Qur'an langsung dari Nabi Muhammad , sebuah prestasi luar biasa yang tidak tertandingi oleh siapa pun di sekitarnya. Keberanian dan ketekunannya dalam mencari ilmu membuatnya dikenang sebagai salah satu sahabat Nabi yang paling berpengaruh.
Sejak saat itu, Ibnu Masud resmi menjadi seorang Muslim, dan namanya tercatat sebagai sahabat keenam yang memeluk Islam. Kisah ini adalah bukti nyata dari keberkahan dan inspirasi yang dapat ditemukan dalam pertemuan yang tampaknya biasa namun memiliki dampak luar biasa.
Ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap detik kehidupan kita, selalu ada potensi untuk menemukan hikmah dan pelajaran berharga yang bisa mengubah perjalanan kita selamanya.
Komentar
Posting Komentar