Kisah Legenda Asal Usul Naga
Pada zaman dahulu kala, di awal
peradaban, hiduplah seorang Resi agung bernama Kashyapa, putra dari Marichi dan
cucu dari Dewa Brahma sendiri. Beliau adalah seorang Prajapati, leluhur agung
bagi banyak ras makhluk, mulai dari para Dewa, Asura, hingga manusia dan hewan.
Di antara sekian banyak istrinya, terdapat dua bersaudari yang ditakdirkan
memiliki peran besar dalam sejarah alam semesta, mereka adalah Kadru dan
Vinata. Dengan penuh kasih, Sang Resi menawarkan anugerah kepada kedua
istrinya, mempersilakan mereka untuk meminta keturunan seperti apa yang paling
mereka dambakan.
Kadru, yang memiliki sifat
ambisius dan mendambakan kebesaran dalam jumlah, tanpa ragu memohon untuk
dianugerahi seribu putra yang gagah perkasa. Ia menginginkan keturunannya
berwujud Naga yang dahsyat, yang kelak akan menguasai dunia bawah. Di sisi
lain, Vinata, yang berwatak lebih mulia dan sederhana, hanya memohon dua orang
putra saja. Namun, ia mengajukan syarat agar kedua putranya memiliki kekuatan,
kecerdasan, dan kemuliaan yang jauh melampaui seluruh seribu putra yang akan
dilahirkan oleh kakaknya, Kadru.
Sang Resi Kashyapa, dengan
kesaktian tapa bratanya, mengabulkan kedua permohonan tersebut. Beliau kemudian
memberikan seribu butir telur kepada Kadru dan dua butir telur kepada Vinata
untuk mereka rawat dengan penuh perhatian hingga tiba saatnya menetas. Kadru
merawat seribu telurnya dalam bejana hangat, sementara Vinata menjaga dua
telurnya dengan penuh kasih sayang. Waktu pun berlalu, ratusan tahun telah
lewat dalam penantian yang panjang, menguji kesabaran kedua ibu tersebut.
Setelah lima ratus tahun berlalu,
telur-telur milik Kadru mulai menetas satu per satu. Dari dalamnya, keluarlah
seribu Naga yang perkasa dengan wujud yang menakjubkan, memenuhi Patala dengan
kehadiran mereka. Di antara mereka yang paling terkemuka adalah Shesha, Vasuki,
dan Takshaka. Melihat putra-putranya telah lahir, Kadru merasa sangat bangga.
Sementara itu, dua telur milik Vinata belum juga menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Diliputi rasa cemburu dan tidak sabar, Vinata melakukan kesalahan
fatal dengan memecahkan salah satu telurnya secara paksa.
Dari telur yang pecah itu,
lahirlah sesosok putra bernama Aruna, namun tubuhnya baru terbentuk separuh,
dari pinggang ke atas. Aruna murka kepada ibunya karena ketidaksabarannya telah
membuatnya lahir dalam keadaan cacat. Ia pun mengutuk Vinata akan menjadi budak
bagi orang yang ia cemburui selama lima ratus tahun, hingga ia diselamatkan
oleh putranya yang kedua, yang akan lahir dari telur yang tersisa. Setelah mengucap
kutukan itu, Aruna terbang ke angkasa dan menjadi kusir agung bagi Dewa Surya,
mengendalikan kuda-kuda sang dewa fajar.
Di antara seribu putra Kadru,
Naga yang lahir pertama adalah yang paling agung dan bijaksana, namanya Shesha.
Nama Shesha atau Śeṣa dalam bahasa Sanskerta memiliki makna filosofis yang
sangat mendalam, yaitu Sisa atau Yang Tertinggal. Nama ini bukanlah sekadar
sebutan biasa, melainkan sebuah nubuat akan takdir kosmisnya. Ia adalah entitas
abadi yang ditakdirkan untuk tetap ada, sebagai sisa tunggal, bahkan ketika
seluruh alam semesta telah hancur lebur pada akhir setiap siklus zaman atau
Kalpa.
Sejak awal kelahirannya, Shesha
telah menunjukkan watak yang sangat luhur dan berbeda dari saudara-saudaranya.
Ia merasa sangat sedih dan muak menyaksikan kelicikan ibunya, Kadru, saat
mengajak Vinata bertaruh mengenai warna ekor kuda ilahi, Uchchaihshravas.
Hatinya terluka ketika Kadru memerintahkan putra-putranya untuk berbuat curang
dengan menyemburkan bisa agar ekor kuda itu tampak hitam, yang berujung pada
perbudakan bibinya sendiri, Vinata. Shesha menolak untuk terlibat dalam
persekongkolan dan kejahatan tersebut.
Baginya, jalan kebenaran dan
kebajikan, atau Dharma, adalah satu-satunya tujuan hidup yang mulia. Ia tidak
dapat menerima jalan kebatilan atau Adharma yang ditempuh oleh ibu dan sebagian
besar saudaranya. Duka menyelimuti hatinya melihat kerabatnya lebih memilih
tipu daya dan haus kekuasaan daripada kehormatan. Didorong oleh kesucian
hatinya, Shesha membuat keputusan besar untuk meninggalkan mereka semua,
meninggalkan kemewahan dan intrik di alam Patala.
Ia memulai sebuah perjalanan
spiritual, meninggalkan hiruk pikuk duniawi untuk mencari kedamaian sejati. Ia
pergi ke tempat-tempat suci yang sunyi seperti Puncak Gandhamadana, Badrikashrama
yang diberkahi, hingga ke tanah suci Gokarna. Di tempat-tempat inilah ia
memulai laku tapa brata yang teramat keras, sebuah disiplin diri yang bertujuan
untuk menyucikan jiwa dan raganya dari segala bentuk ikatan duniawi dan
pengaruh buruk dari lingkungannya.
Tujuan pertapaan Shesha sangat
murni. Ia tidak mendambakan kekuasaan atas tiga dunia, tidak pula menginginkan
umur panjang atau harta benda melimpah seperti yang didambakan kaumnya. Ia
hanya memohon satu hal, yaitu agar pikirannya senantiasa terpusat pada Dharma,
agar hatinya selalu damai, dan agar ia dapat mengabdikan dirinya pada kebenaran
hakiki alam semesta. Inilah jalan penyangkalan diri yang akan membawanya menuju
takdirnya yang luar biasa.
Shesha menjalankan pertapaannya
dengan kesungguhan yang tiada tanding. Selama ribuan tahun, ia menyiksa dirinya
dengan disiplin yang paling keras. Ia berdiri hanya dengan satu kaki, hanya
memakan udara sebagai sumber kehidupannya, dan memusatkan seluruh indera serta
pikirannya hanya kepada Yang Maha Pencipta. Panas yang terpancar dari tapa
bratanya begitu dahsyat hingga mulai terasa di seluruh alam, menarik perhatian
para penghuni kahyangan.
Fokus utama dari tapa bratanya
adalah untuk memohon sebuah anugerah, yaitu agar ia tidak pernah lagi harus terlahir
di tengah-tengah kerabatnya yang penuh dengan kelicikan dan kejahatan. Ia
berdoa agar pikirannya tidak pernah goyah dari jalan kebajikan, kedamaian, dan
kontemplasi spiritual. Shesha mendambakan sebuah eksistensi yang bermakna,
menjadi alat bagi keharmonisan alam semesta, sebuah keinginan yang sangat
bertolak belakang dengan ambisi kaum Naga pada umumnya yang serakah dan penuh
angkara.
Kekuatan spiritual yang terkumpul
dari pertapaannya yang khusyuk akhirnya sampai kepada Dewa Brahma, Sang
Pencipta alam semesta. Terkesan dengan keteguhan hati dan kemurnian tujuan Naga
muda ini, Dewa Brahma pun berkenan menemuinya. Brahma muncul di hadapan Shesha
dalam wujudnya yang agung, memancarkan cahaya kebijaksanaan. Ia melihat bahwa
di dalam diri Shesha tidak ada sedikit pun jejak kesombongan, iri hati, atau
niat jahat. Yang ada hanyalah pengabdian yang tulus dan kerinduan akan
kebenaran.
Dewa Brahma kemudian bersabda,
menanyakan anugerah apa yang diinginkan oleh Shesha sebagai buah dari
pertapaannya yang luar biasa itu. Sang Pencipta menawarkan berbagai macam
berkah yang paling didambakan oleh semua makhluk, mulai dari kekuatan tak
terkalahkan, kekuasaan atas surga, bumi, dan dunia bawah, hingga kehidupan
abadi yang penuh kemewahan. Tawaran yang mampu membuat makhluk manapun tergoda
dan lupa diri.
Namun, dengan kerendahan hati
yang luar biasa, Shesha menolak semua tawaran duniawi tersebut. Ia kembali
menegaskan permohonan awalnya, bahwa satu-satunya anugerah yang ia dambakan
adalah agar pikirannya selamanya terikat pada jalan Dharma, agar jiwanya selalu
tenang, dan agar ia bisa terus melanjutkan tapa bratanya dalam kedamaian.
Jawaban ini membuat Dewa Brahma semakin yakin akan kemuliaan jiwa Shesha.
Melihat kemurnian hati Shesha
yang tiada tara, Dewa Brahma tersenyum dengan penuh Rido. Ia menyadari bahwa
memberikan kekuasaan duniawi kepada jiwa yang begitu luhur justru akan menjadi
beban. Sebagai gantinya, Brahma telah menyiapkan sebuah tugas suci yang jauh
lebih agung dan lebih cocok dengan sifat Shesha yang stabil, kuat, dan penuh
kebajikan. Sebuah tanggung jawab kosmis yang mahapenting bagi keberlangsungan
kehidupan.
Brahma meminta Shesha untuk
menjalankan sebuah tugas mulia, yaitu menopang seluruh planet Bumi beserta
segala isinya di atas kepalanya. Brahma menjelaskan bahwa planet Bumi ini
seringkali bergetar dan tidak stabil, terbebani oleh gunung-gunung yang tinggi,
samudra yang luas, dan berbagai makhluk yang terus bergerak dan beraktivitas.
Diperlukan sebuah fondasi yang paling kokoh dan abadi untuk menjaga keseimbangan
Bumi, dan Shesha adalah satu-satunya yang memiliki kekuatan dan keteguhan batin
untuk tugas tersebut.
Shesha, dengan penuh rasa hormat
dan syukur, menerima tugas agung tersebut tanpa ragu sedikit pun. Inilah
jawaban atas seluruh doanya, sebuah jalan pengabdian tertinggi yang
memungkinkannya melayani seluruh alam semesta, jauh dari intrik dan kejahatan
yang ia benci. Atas perintah Brahma, Shesha kemudian masuk ke dalam rekahan
bumi, menempatkan dirinya di bagian paling bawah alam fana, lalu dengan lembut
mengangkat seluruh planet di atas tudungnya yang berjumlah ribuan.
Sejak saat itulah, ia dikenal
dengan nama Ananta Shesha. Ananta berarti Tanpa Akhir atau Abadi, sebuah nama
yang merujuk pada sifatnya yang kekal dan tugasnya yang tidak akan pernah berakhir
hingga tiba saatnya Mahapralaya atau kiamat agung. Dikatakan bahwa setiap kali
Ananta Shesha menggeliat atau menguap dari tugasnya yang berat, maka terjadilah
gempa bumi yang dirasakan di seluruh penjuru dunia.
Tak hanya menjadi penyangga Bumi,
Ananta Shesha juga mendapat kehormatan agung lainnya. Ia menjadi alas tidur
atau singgasana bagi Dewa Wisnu, Sang Pemelihara alam semesta. Ketika Dewa
Wisnu beristirahat di tengah lautan susu kosmik, Kshirasagara, Beliau berbaring
dengan nyaman di atas gulungan tubuh Ananta Shesha yang lembut dan perkasa.
Ribuan kepala Shesha membentuk kanopi megah yang menaungi Dewa Wisnu,
melindunginya dari segala gangguan. Dalam peran ini, Shesha menjadi simbol
waktu yang abadi dan fondasi dari realitas itu sendiri.
Setelah kepergian Shesha yang
memilih jalan pertapaan, kaum Naga yang kini tanpa pemimpin merasa kebingungan.
Mereka membutuhkan seorang raja baru untuk memimpin kerajaan mereka di Patala.
Posisi ini kemudian diisi oleh adiknya yang juga terlahir sebagai Naga yang
sangat perkasa dan bijaksana, yaitu Vasuki. Nama Vasuki sendiri diyakini
memiliki makna yang dalam, kemungkinan berasal dari kata Vasu, yang dalam
tradisi Hindu merujuk pada delapan dewa elemen dan kekayaan alam.
Oleh karena itu, nama Vasuki
sering diartikan sebagai Ia yang Memiliki Harta Karun Ilahi atau Raja yang
Dermawan. Nama ini sangat sesuai dengan perannya sebagai penguasa Patala,
sebuah dunia bawah yang konon dipenuhi dengan permata dan harta karun yang tak
terhingga jumlahnya. Berbeda dengan Shesha yang bersifat penyendiri dan fokus
pada dunia spiritual, Vasuki lebih terlibat dalam urusan duniawi, pemerintahan,
dan diplomasi kaum Naga.
Salah satu ciri khas Vasuki yang
paling termasyhur adalah sebuah permata pusaka agung yang senantiasa bertengger
di mahkotanya, yang dikenal sebagai Nagamani. Permata ini tidak hanya
melambangkan kekuasaannya, tetapi juga memiliki kekuatan magis. Nagamani
bersinar dengan cahayanya sendiri, mampu menerangi sudut tergelap sekalipun di
Patala, dan konon memiliki khasiat untuk menyembuhkan segala jenis penyakit
serta menangkal racun yang paling mematikan.
Meskipun ia adalah seorang raja
yang berkuasa dan disegani, Vasuki juga dikenal karena sisi spiritual dan
pengabdiannya. Salah satu bentuk pengabdiannya yang paling mulia dan ikonik
adalah ketika ia dengan suka rela mempersembahkan dirinya untuk menjadi
perhiasan suci yang melingkari leher Dewa Shiva, Sang Mahadewa. Dalam berbagai
penggambaran, Dewa Shiva selalu terlihat dengan seekor ular kobra besar melingkar
tiga kali di lehernya, ular itu adalah Vasuki.
Kehadiran Vasuki di leher Dewa
Shiva bukanlah sekadar hiasan. Ini adalah simbol yang sarat makna. Lingkaran
tubuhnya melambangkan siklus waktu yang tiada henti, masa lalu, masa kini, dan
masa depan, yang semuanya berada di bawah kendali mutlak Dewa Shiva. Hal ini
juga menunjukkan bahwa bahkan seorang Raja Naga yang paling berkuasa sekalipun,
pada hakikatnya tunduk dan mengabdi pada kekuatan ilahi yang lebih tinggi,
sebuah tanda kebijaksanaan untuk mengakui otoritas yang lebih agung.
Sebagai Raja Naga yang baru,
Vasuki memikul tanggung jawab yang teramat besar di pundaknya. Ia harus
memimpin ribuan saudaranya yang sebagian besar memiliki watak yang keras, mudah
tersulut amarah, dan seringkali sulit untuk diatur. Di bawah kepemimpinannya,
kerajaan Naga di Patala tumbuh menjadi salah satu kerajaan yang paling makmur
dan kuat di antara tiga dunia. Ia memerintah dengan tangan yang adil namun
tegas, memastikan kesejahteraan rakyatnya sambil terus berusaha menjaga hubungan
baik dengan dunia atas.
Vasuki seringkali harus bertindak
sebagai penengah dan diplomat dalam berbagai konflik yang melibatkan kaumnya.
Salah satu konflik terbesar dan paling pelik adalah perseteruan abadi antara
kaum Naga dengan Garuda, putra kedua Vinata yang perkasa. Dendam kesumat akibat
perbudakan Vinata telah menjadikan Garuda sebagai musuh bebuyutan para Naga.
Vasuki, dengan segala kebijaksanaannya, berulang kali berusaha mencari jalan
damai, meskipun usahanya seringkali kandas karena kebencian yang telah mendarah
daging di kedua belah pihak.
Kebijaksanaan Vasuki sebagai
seorang pemimpin teruji dalam banyak peristiwa penting. Ia tidak pernah ragu
untuk menjalin aliansi dan bekerja sama dengan para Dewa demi mencapai tujuan
yang lebih besar, bahkan jika itu berarti pengorbanan yang berat bagi dirinya
sendiri dan kaumnya. Ia memiliki pandangan jauh ke depan, memahami bahwa sikap
isolasi dan permusuhan buta pada akhirnya hanya akan membawa kehancuran.
Kemampuannya untuk melihat gambaran yang lebih besar inilah yang membuatnya
dihormati, tidak hanya oleh para Naga, tetapi juga oleh para Dewa.
Perannya sebagai pemimpin
seringkali menempatkannya dalam posisi yang sangat sulit dan dilematis. Di satu
sisi, ia memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan dan kehormatan
kaumnya. Di sisi lain, ia juga harus turut serta menjaga keharmonisan alam
semesta. Tidak seperti Shesha yang dapat sepenuhnya melepaskan diri dari urusan
duniawi, Vasuki justru harus berkubang di dalamnya, membuat keputusan-keputusan
sulit yang berdampak pada nasib ribuan nyawa. Inilah ujian sesungguhnya dari
seorang raja sejati.
Meskipun hidup dalam kemegahan
dan kekuasaan sebagai seorang raja, Vasuki tidak pernah melupakan pentingnya
pengabdian dan kerendahan hati. Pengabdiannya kepada Dewa Shiva adalah bukti
nyata dari kesadaran spiritualnya, sebuah pengingat abadi bahwa di atas segala
kekuasaan duniawi, terdapat kekuatan ilahi yang menjadi sumber dari segalanya.
Ia adalah contoh sempurna seorang pemimpin yang mampu menyeimbangkan antara
kekuatan material dan kebijaksanaan spiritual.
Kisah pengorbanan Vasuki yang
paling legendaris dan dikenang sepanjang masa terjadi selama peristiwa kolosal
yang dikenal sebagai Samudra Manthan, atau Pengadukan Lautan Susu. Pada masa
itu, para Dewa kehilangan kekuatan, keabadian, dan kejayaan mereka akibat
kutukan dari Resi Durvasa yang pemarah. Untuk mendapatkan kembali anugerah
tersebut, Dewa Wisnu menyarankan agar mereka mengaduk lautan susu kosmik,
Kshirasagara, untuk mengeluarkan Tirta Amerta, nektar keabadian.
Tugas ini terbukti terlalu berat
untuk para Dewa yang sedang dalam kondisi lemah. Mereka tidak memiliki pilihan
lain selain bekerja sama dengan musuh bebuyutan mereka, kaum Asura. Setelah
negosiasi yang alot, kedua pihak sepakat untuk menggunakan Gunung Mandara
sebagai tongkat pengaduk raksasa. Namun, masalah baru muncul, mereka
membutuhkan seutas tali yang luar biasa besar dan kuat untuk melilit gunung
tersebut agar bisa ditarik. Di sinilah peran krusial Vasuki dimulai.
Menanggapi permohonan dari para
Dewa dan Asura, Vasuki dengan jiwa ksatria dan rela hati menawarkan dirinya
untuk menjadi tali kosmik tersebut. Tubuhnya yang luar biasa panjang dan kuat
kemudian dililitkan pada Gunung Mandara. Sesuai kesepakatan, para Asura
memegang bagian kepala sang Naga, sementara para Dewa memegang bagian ekornya.
Mereka pun mulai menarik tubuh Vasuki secara bergantian dengan sekuat tenaga,
membuat Gunung Mandara berputar dengan dahsyat dan mengaduk lautan susu.
Pengorbanan ini mendatangkan
penderitaan yang luar biasa bagi Vasuki. Tarikan kuat dari dua sisi yang
berlawanan dan gesekan tubuhnya dengan bebatuan kasar di Gunung Mandara
menyiksa fisiknya tanpa henti. Lebih dari itu, karena ditarik dan diputar
selama ribuan tahun, Vasuki mulai mengeluarkan semburan api dan racun paling
mematikan dari mulutnya yang disebut Halahala. Asap beracun ini begitu pekat
dan panas, membakar para Asura yang memegang bagian kepalanya dan mengancam
akan memusnahkan seluruh alam semesta.
Melihat kehancuran yang akan
segera terjadi, Dewa Shiva turun tangan dengan welas asihnya yang tak
terhingga. Untuk menyelamatkan seisi jagat raya, Dewa Shiva menelan seluruh
racun Halahala tersebut. Racun mematikan itu berhasil ditahan di
tenggorokannya, yang seketika membuat lehernya menjadi biru legam. Sejak saat
itu, ia mendapat julukan Nilakantha, Sang Leher Biru. Pengorbanan agung Vasuki
dan penyelamatan oleh Dewa Shiva memungkinkan pengadukan terus berlanjut hingga
Tirta Amerta berhasil keluar.
Kisah dua bersaudara, Shesha dan
Vasuki, terus hidup dalam sanubari peradaban sebagai simbol agung dari dua
jalan kebajikan yang berbeda namun sama-sama mulia. Mereka adalah dua Naga
paling terkemuka, putra-putra Kadru yang memilih jalan berbeda dari
saudara-saudaranya. Nama mereka dihormati dan dikenang sepanjang masa, bukan
karena kekuatan mereka untuk menghancurkan, melainkan karena pengabdian dan
pengorbanan mereka yang luar biasa demi keseimbangan alam semesta.
Shesha, yang juga dikenal sebagai
Ananta Shesha, selamanya akan menjadi perwujudan dari ketenangan, stabilitas,
fondasi yang kokoh, dan keabadian. Ia adalah penyangga planet Bumi dan
sekaligus singgasana agung bagi Dewa Wisnu, sebuah simbol dari kesadaran kosmik
yang murni dan tak terbatas. Kisah pertapaannya mengajarkan bahwa pelepasan
diri dari ikatan duniawi dan pengabdian total pada jalan kebenaran akan membawa
sebuah jiwa pada posisi yang paling terhormat, yaitu menopang kehidupan itu
sendiri.
Sementara itu, Vasuki akan selalu
dikenang sebagai teladan seorang raja yang bijaksana, seorang diplomat ulung,
dan seorang pemimpin yang rela berkorban. Ia adalah simbol dari kekuatan
duniawi yang ketika digunakan dengan kebijaksanaan, dapat membawa kebaikan yang
luhur. Pengabdiannya pada Dewa Shiva dan pengorbanannya yang menyakitkan dalam
peristiwa Samudra Manthan menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati tidak diukur
dari seberapa besar kekuasaan yang dimiliki, tetapi dari keberanian untuk
mengorbankan diri demi kesejahteraan bersama.
Keduanya, Shesha dan Vasuki,
meskipun menempuh jalan yang tampak bertolak belakang, pada hakikatnya saling
melengkapi dalam menjaga harmoni alam. Shesha menjaga fondasi eksistensi dari
bawah, dalam keheningan, kesunyian, dan keabadian. Sedangkan Vasuki
berinteraksi secara aktif dengan dunia, terlibat dalam peristiwa-peristiwa
besar, dan menjadi jembatan antara dunia para Naga, Dewa, dan Asura. Keduanya
menunjukkan bahwa ada banyak jalan untuk mengabdi pada kebenaran.
Hingga hari ini, nama Shesha dan
Vasuki terus disebut, diabadikan dalam relief candi, dan diceritakan dalam berbagai
upacara ritual. Legenda mereka bukan hanya sekadar cerita pengantar tidur,
melainkan sebuah pelajaran filosofis yang mendalam tentang pilihan hidup,
tentang perbedaan antara kekuasaan dan pelayanan, antara keterikatan dan
pelepasan. Mereka adalah bukti nyata bahwa bahkan makhluk yang terlahir dari
intrik sekalipun dapat memilih jalan cahaya dan menjadi pilar penyangga alam
semesta.
Kisah Naga Shesha dan Vasuki
mengajarkan kita sebuah pelajaran yang sangat berharga. Setiap individu,
terlepas dari asal-usul atau lingkungan tempat ia dilahirkan, memiliki pilihan
untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Shesha memilih jalan kebenaran dan
pertapaan, menjauhkan diri dari kebatilan, dan akhirnya meraih kemuliaan
sebagai penyangga alam semesta. Vasuki memilih jalan kepemimpinan yang penuh
pengorbanan, menggunakan kekuatannya untuk kebaikan yang lebih besar. Kisah
mereka mengingatkan bahwa kehormatan sejati tidak datang dari garis keturunan
atau kekuasaan yang direbut dengan licik, melainkan dari keteguhan hati dalam
memegang prinsip kebajikan, pengabdian yang tulus, dan keberanian untuk
berkorban demi kesejahteraan bersama. Jalan kebenaran mungkin sunyi dan sulit,
namun pada akhirnya akan menuju pada kemuliaan abadi.
Demikianlah kisah ini
diceritakan, segala kebenaran detailnya kita kembalikan kepada Allah, tuhan
pemilik kisah kehidupan.
Komentar
Posting Komentar