Kisah Legenda Kerajaan Mataram Kuno
Di tengah hamparan tanah Jawa Tengah, pada abad ke-8 Masehi, muncullah sebuah kerajaan yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan ini bukanlah hasil dari kebetulan, melainkan didirikan oleh seorang pemimpin yang bijaksana dan berani, bernama Sanjaya.
Sanjaya bukanlah sosok biasa. Ia adalah cucu dari Dewi Parwati, salah satu anak Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga. Dengan darah kerajaan yang mengalir dalam urat nadinya, Sanjaya mewarisi keberanian dan kebijaksanaan yang luar biasa.
Sanjaya, yang juga dikenal sebagai Rakai Mataram, memimpin kerajaan ini dengan penuh dedikasi dan kecintaan. Ia memegang tampuk kepemimpinan dari tahun 732 hingga 760 Masehi, sebuah periode yang cukup lama dan penuh tantangan.
Namun, Sanjaya tidak pernah gentar. Selama masa pemerintahannya, Kerajaan Mataram Kuno mengalami perkembangan pesat dalam berbagai aspek. Pertanian, yang menjadi tulang punggung ekonomi kerajaan, berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sanjaya. Ia memperkenalkan teknik-teknik pertanian baru dan memperbaiki sistem irigasi, yang pada akhirnya meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan rakyatnya.
Tidak hanya itu, Sanjaya juga berhasil mengembangkan niaga maritim. Dengan memanfaatkan letak geografis Jawa yang strategis, ia berhasil menjalin hubungan dagang dengan berbagai kerajaan dan negara di Asia Tenggara. Hal ini tidak hanya meningkatkan perekonomian kerajaan, tetapi juga membuka pintu bagi pertukaran budaya dan pengetahuan.
Setelah era Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno memasuki fase baru dalam sejarahnya. Kerajaan ini kemudian diperintah oleh berbagai raja dari tiga dinasti berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya, Syailendra, dan Isyana. Masing-masing dinasti ini memiliki corak dan ciri khasnya sendiri, mencerminkan keanekaragaman dan kekayaan budaya yang ada di kerajaan ini.
Dinasti Sanjaya, misalnya, dikenal sebagai penganut agama Hindu. Mereka membangun berbagai candi dan prasasti yang mencerminkan keyakinan dan filosofi Hindu. Di sisi lain, Dinasti Syailendra dikenal sebagai penganut agama Buddha Mahayana. Mereka membangun candi-candi megah seperti Borobudur, yang hingga kini masih berdiri tegak sebagai bukti kejayaan masa lalu.
Namun, puncak kejayaan Kerajaan Mataram Kuno terjadi pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung dari Dinasti Sanjaya. Raja Dyah Balitung adalah seorang pemimpin yang visioner dan berdedikasi tinggi. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini mengalami perkembangan pesat dalam seni dan arsitektur Jawa klasik.
Pada masa ini, maraklah pembangunan aneka candi, yang menghiasi bentang kerajaan di tanah Mataram. Candi-candi ini bukan sekadar bangunan fisik, melainkan juga simbol keagungan dan kejayaan Kerajaan Mataram Kuno. Mereka mencerminkan keahlian dan kreativitas para seniman dan arsitek Jawa kuno, serta menjadi tempat peribadatan dan pusat kegiatan sosial dan budaya.
Seperti halnya kerajaan-kerajaan lainnya, Kerajaan Mataram Kuno juga mengalami masa-masa sulit. Pada tahun 929 Masehi, terjadi sebuah bencana alam yang mengguncang kerajaan ini. Gunung Merapi, yang berdiri megah di dekat ibukota Mataram, meletus dengan dahsyat. Letusan ini menyebabkan kekacauan besar di ibukota Mataram. Asap dan abu vulkanik menutupi langit, sementara gempa dan aliran lahar menghancurkan bangunan dan lahan pertanian.
Dalam situasi krisis ini, muncullah seorang pemimpin yang bijaksana dan berani, Mpu Sindok. Mpu Sindok adalah pengganti Rakai Sumba, dan ia memiliki visi yang jelas untuk menyelamatkan kerajaan ini dari bencana. Dengan keberanian dan kebijaksanaannya, Mpu Sindok memutuskan untuk memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur. Ini bukanlah keputusan yang mudah, tetapi Mpu Sindok yakin bahwa ini adalah langkah terbaik untuk memastikan kelangsungan hidup kerajaan dan rakyatnya.
Mpu Sindok kemudian mendirikan Wangsa Isyana, menggantikan Dinasti Syailendra. Dengan kepemimpinan baru ini, Kerajaan Mataram Kuno memasuki era baru dalam sejarahnya. Meski menghadapi tantangan dan kesulitan, kerajaan ini tetap bertahan dan terus berkembang.
Namun, semua hal baik harus berakhir. Pada tahun 1016 Masehi, Kerajaan Mataram Kuno akhirnya runtuh. Penyebab pasti keruntuhan ini masih menjadi misteri, tetapi banyak sejarawan percaya bahwa faktor internal dan eksternal berperan dalam keruntuhan ini.
Meski demikian, peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno masih dapat kita lihat hingga hari ini. Candi Prambanan dan Candi Borobudur, misalnya, adalah dua peninggalan yang menjadi bukti kejayaan dan kebesaran Kerajaan Mataram Kuno di masa lalu. Candi-candi ini tidak hanya menjadi simbol keagungan kerajaan ini, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan peradaban di tanah Jawa.
Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno pada awalnya berada di Poh Pitu, yang terletak di antara wilayah Jawa Tengah bagian selatan (Magelang atau Kedu) dan Yogyakarta. Namun, lokasi pasti Poh Pitu hingga saat ini masih belum dapat dipastikan.
Setelah itu, pusat Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke timur, mungkin di sekitar Sragen atau ke daerah Purwodadi-Grobogan oleh Rakai Panangkaran, pengganti Raja Sanjaya. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, ibu kota kerajaan berada di Mamrati, di sekitar Poh Pitu. Kemudian dikembalikan lagi ke Poh Pitu pada era Dyah Balitung, dan dipindahkan ke Bhumi Mataram (Yogyakarta) ketika di bawah kekuasaan Dyah Wawa.
Pada tahun 929 Masehi, ibu kota Mataram Kuno dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur. Beberapa teori menyebutkan bahwa pemindahan ini disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang menghancurkan ibu kota kerajaan di Bhumi Mataram.
Demikianlah kisah Kerajaan Mataram Kuno, sebuah kerajaan yang pernah berjaya di masa lalu. Meski telah runtuh, namun jejak dan peninggalannya masih dapat kita lihat dan rasakan hingga saat ini. Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua. Demikianlah kisah ini diceritakan, segala kebenaran detailnya kita kembalikan kepada Awloh, tuhan sang pemilik kisah kehidupan.
Komentar
Posting Komentar