Kisah Asal Usul Nabi Yakub Diberi Nama Israel

 


Nabi Yakub lahir sebagai salah satu dari dua putra kembar Nabi Ishak, putra dari Nabi Ibrahim. Menurut kisah, Yakub lahir dengan memegang tumit saudaranya, Esau, yang lahir terlebih dahulu. Nama "Yakub" sendiri dalam bahasa Ibrani berarti "yang memegang tumit" atau "pengganti", sebuah nama yang kemudian terbukti sangat menggambarkan jalan hidupnya.

Dari kecil, Yakub dikenal sebagai anak yang taat beribadah dan memiliki sifat yang lembut. Berbeda dengan Esau yang lebih suka kegiatan di luar rumah, seperti berburu, Yakub lebih memilih untuk tinggal di rumah, membantu ibunya, Ribka, dan mengurus urusan keluarga. Keadaan ini membuat Yakub menjadi lebih dekat dengan ibunya, sedangkan Esau lebih dekat dengan ayahnya, Ishak.

Yakub seringkali menunjukkan sikap yang sabar dan bijaksana dalam menghadapi berbagai keadaan. Salah satu momen penting dalam hidupnya adalah ketika ia berhasil mendapatkan hak kesulungan dari Esau. Pada suatu hari, ketika Esau pulang dari berburu dan merasa sangat lapar, Yakub memanfaatkan kesempatan itu dengan menawarkan sepiring makanan kepada Esau dengan syarat ia menyerahkan hak kesulungannya. Karena lapar yang begitu hebat, Esau setuju dan memberikan hak kesulungannya kepada Yakub.


Suatu hari, kisah tentang perselisihan antara Yakub dan Esau dimulai dengan latar belakang keluarga yang kompleks. Nabi Ishak, ayah mereka, telah mencapai usia tua dan penglihatannya mulai kabur. Sesuai dengan tradisi, Ishak berniat memberikan berkat khusus kepada putra sulungnya, Esau, sebagai warisan dan tanda keutamaan.

Namun, sebelum peristiwa tersebut terjadi, Ribka, ibu mereka, mendengar niat Ishak. Ribka sangat menyayangi Yakub dan merasa bahwa Yakublah yang pantas menerima berkat itu. Ribka kemudian mengatur rencana agar Yakub bisa mendapatkan berkat tersebut, yang akan mengubah nasib dan masa depan mereka.

Rencana ini dimulai ketika Esau pergi berburu untuk menyiapkan makanan bagi ayahnya sebagai bagian dari prosesi pemberian berkat. Ribka memanggil Yakub dan meminta dia untuk mengambil dua ekor anak kambing dari kawanan mereka. Dengan daging anak kambing tersebut, Ribka menyiapkan hidangan yang enak, seperti yang disukai Ishak. Selain itu, Ribka juga mengambil pakaian terbaik milik Esau dan memakaikannya kepada Yakub agar ia tampak dan berbau seperti Esau. Untuk menyempurnakan penyamaran, Ribka membungkus tangan dan leher Yakub dengan kulit anak kambing, karena Esau dikenal memiliki kulit yang berbulu.

Dengan hati berdebar-debar, Yakub mendekati ayahnya, membawa hidangan yang sudah disiapkan. Ishak yang hampir buta, merasa ragu-ragu ketika Yakub mengaku sebagai Esau. Namun, setelah meraba tangan Yakub dan mencium aroma pakaian Esau, Ishak pun yakin dan memberikan berkat tersebut kepada Yakub. Berkat itu adalah doa dan harapan yang mengandung janji-janji besar dari Awloh, yang seharusnya menjadi hak Esau sebagai putra sulung.

Saat Esau kembali dari berburu dan mengetahui apa yang telah terjadi, ia sangat marah dan kecewa. Esau merasa dikhianati oleh adiknya sendiri, dan kemarahan tersebut begitu besar sehingga ia berencana untuk membunuh Yakub setelah masa berkabung atas kematian ayah mereka. Ribka, yang menyadari bahaya ini, segera menyuruh Yakub untuk melarikan diri ke rumah pamannya, Laban, di Haran. Perselisihan ini menjadi momen kritis dalam kehidupan Yakub, mengantarkan dia ke perjalanan yang penuh tantangan namun juga penuh rahmat dari Awloh. 


Perjalanan Yakub menuju Haran adalah perjalanan yang panjang dan penuh kesendirian. Dalam ketidakpastian dan rasa takut akan keselamatannya, Yakub tetap mengandalkan keimanannya kepada Awloh. Di tengah perjalanan, saat malam tiba dan Yakub merasa sangat lelah, ia mencari tempat untuk beristirahat. Ia mengambil sebuah batu untuk dijadikan bantal dan tidur di bawah langit terbuka.

Pada malam itu, Yakub mengalami mimpi yang luar biasa. Ia melihat sebuah tangga yang tegak berdiri di atas bumi dan mencapai langit. Malaikat-malaikat Awloh naik turun melalui tangga itu. Dalam mimpi tersebut, Awloh menyampaikan janji-Nya kepada Yakub, mengatakan bahwa tanah tempat ia berbaring akan diberikan kepada keturunannya, dan bahwa keturunannya akan menjadi seperti debu tanah yang tersebar ke barat, timur, utara, dan selatan. Awloh juga berjanji untuk selalu menyertai dan melindungi Yakub di mana pun ia pergi.

Ketika Yakub terbangun dari mimpinya, ia merasa sangat takjub dan tersentuh oleh pengalaman spiritual tersebut. Ia menyadari bahwa tempat itu adalah tempat yang kudus, dan ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya." Ia kemudian menamai tempat itu Betel, yang berarti "Rumah Awloh". Yakub juga membuat nazar, berjanji bahwa jika Awloh menyertainya dalam perjalanan ini, memberinya makanan untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, serta membawanya kembali dengan selamat ke rumah ayahnya, maka Awloh akan menjadi Tuhannya, dan batu yang ia jadikan bantal akan menjadi batu peringatan bagi Awloh.

Setelah pengalaman yang mengubah hidupnya ini, Yakub melanjutkan perjalanannya dengan hati yang lebih mantap dan penuh keyakinan. Ia merasa bahwa Awloh benar-benar menyertainya dan bahwa ia tidak sendirian. Perjalanan ini bukan hanya tentang melarikan diri dari kemarahan Esau, tetapi juga tentang membangun hubungan yang lebih dalam dan kokoh dengan Awloh.


Saat Yakub akhirnya tiba di Haran, ia bertemu dengan pamannya, Laban, yang menyambutnya dengan hangat. Laban memiliki dua putri yang cantik, Lea dan Rahel. Yakub segera jatuh cinta pada Rahel, putri bungsu Laban, yang dikenal karena kecantikannya yang luar biasa dan hatinya yang lembut.

Yakub, yang sangat mencintai Rahel, menawarkan diri untuk bekerja bagi Laban selama tujuh tahun sebagai imbalan untuk menikahinya. Cinta Yakub kepada Rahel begitu besar sehingga tujuh tahun pelayanan tersebut terasa bagaikan beberapa hari saja baginya. Selama tujuh tahun itu, Yakub bekerja keras, menunjukkan dedikasi dan ketekunan yang luar biasa dalam segala tugas yang diberikan kepadanya.

Namun, pada malam pernikahan yang seharusnya menjadi saat paling bahagia bagi Yakub, Laban melakukan tipu muslihat. Sesuai dengan tradisi bahwa putri sulung harus menikah terlebih dahulu, Laban menggantikan Rahel dengan Lea di kamar pengantin. Pada pagi harinya, ketika Yakub menyadari bahwa ia telah menikahi Lea, ia merasa sangat kecewa dan marah. Ia menghadapi Laban, menuntut penjelasan atas penipuan tersebut.

Laban, yang licik namun juga menyayangi Yakub, menawarkan solusi. Ia berjanji bahwa Yakub juga bisa menikahi Rahel asalkan ia bekerja tujuh tahun lagi. Meskipun merasa tertipu, cinta Yakub kepada Rahel begitu besar sehingga ia setuju untuk bekerja tujuh tahun lagi. Setelah minggu pernikahan dengan Lea berakhir, Yakub akhirnya dapat menikahi Rahel, wanita yang sangat dicintainya.

Selama bertahun-tahun di rumah Laban, Yakub terus bekerja dengan tekun dan penuh dedikasi. Ia membantu mengurus ternak dan ladang Laban, dan dengan hikmat serta berkah dari Awloh, usaha Yakub menghasilkan keberhasilan yang luar biasa. Dalam periode ini, Yakub dianugerahi dengan banyak anak dari Lea, Rahel, dan kedua hamba mereka, Zilpa dan Bilha. 

Namun, masa kerja Yakub di rumah Laban tidak selalu berjalan mulus. Hubungannya dengan Laban sering kali diwarnai oleh ketidakadilan dan kecurangan. Meskipun begitu, Yakub tetap sabar dan tawakal, percaya bahwa Awloh selalu menyertainya. Yakub menggunakan kecerdasannya untuk mengatasi berbagai tipu daya Laban, termasuk saat ia berhasil meningkatkan jumlah dan kualitas ternak yang ia miliki melalui cara-cara yang cerdas dan bijaksana.


Setelah bertahun-tahun mengabdi di rumah Laban dan menghadapi berbagai cobaan serta ujian, Yakub merasakan panggilan dari Awloh untuk kembali ke tanah kelahirannya, Kanaan. Kerinduan akan tanah air, serta perasaan cemas tentang pertemuan dengan Esau, menyelimuti hatinya. Meski demikian, Yakub percaya pada perlindungan dan janji Awloh, bahwa Ia akan selalu menyertainya.

Dengan penuh persiapan, Yakub mulai merancang perjalanan pulangnya. Ia mengumpulkan istri-istrinya, Lea dan Rahel, serta semua anak-anaknya. Mereka juga membawa seluruh harta benda yang telah mereka kumpulkan selama bertahun-tahun bekerja keras di Haran, termasuk kawanan ternak yang sangat banyak. Yakub juga menyiapkan hadiah-hadiah berupa ternak untuk Esau, sebagai tanda perdamaian dan permohonan maaf.

Perjalanan panjang menuju Kanaan dimulai dengan rasa was-was di hati Yakub. Saat semakin mendekati Kanaan, Yakub merasa cemas akan reaksi Esau. Ketakutannya bukan tanpa alasan, mengingat ancaman pembunuhan yang pernah diucapkan Esau bertahun-tahun sebelumnya. Sebelum bertemu dengan saudaranya, Yakub mengirim utusan-utusan dengan hadiah-hadiah kepada Esau, sebagai upaya untuk melunakkan hati saudaranya.


Pada suatu malam, di tepi sungai Yabok, Yakub memutuskan untuk menghabiskan waktu sendiri. Ia mengirimkan keluarganya dan harta bendanya ke seberang sungai, sementara ia sendiri tinggal di belakang untuk bermunajat kepada Awloh. Pada malam itulah terjadi peristiwa yang luar biasa. Seorang malaikat datang dan Yakub bergulat dengannya sepanjang malam. Peristiwa ini bukan sekadar peristiwa fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam.

Pergulatan antara Yakub dan malaikat adalah sebuah ujian yang sangat berat. Yakub menunjukkan keteguhan dan kekuatan iman yang luar biasa. Meski dalam kelelahan dan rasa sakit, ia tetap bertahan dan tidak menyerah. Ketika fajar mulai menyingsing, malaikat tersebut menyadari keteguhan hati Yakub dan memberikan berkat kepadanya. Sebagai tanda penghargaan atas keteguhannya, malaikat itu memberikan Yakub nama baru, yaitu "Israel". Nama ini berarti "dia yang bergulat dengan Awloh" atau "pemenang bersama Awloh". Nama baru ini melambangkan bahwa Yakub telah melewati ujian iman yang besar dan menunjukkan keberanian serta kesetiaannya kepada Awloh.

Setelah peristiwa ini, Yakub berjalan dengan pincang karena cedera yang ia alami saat bergulat. Namun, rasa sakit tersebut tidak mengurangi semangatnya. Sebaliknya, ia merasa lebih dikuatkan dan diberkati oleh Awloh. Pengalaman spiritual ini membawa transformasi besar dalam kehidupan Yakub. Ia kini memiliki keyakinan yang lebih kuat bahwa Awloh selalu menyertainya dan memberikan perlindungan.


Di perjalanan menuju Kanaan, Yakub terus berdoa dan memohon perlindungan kepada Awloh. Ia merancang sebuah rencana untuk meredakan kemarahan Esau. Yakub mengutus beberapa hamba beserta kawanan ternak yang besar sebagai hadiah untuk Esau. Ia berharap bahwa hadiah-hadiah tersebut dapat meluluhkan hati saudaranya dan menunjukkan niat baiknya untuk berdamai.

Ketika akhirnya mendekati wilayah tempat tinggal Esau, Yakub berhenti dan mengatur barisan keluarganya. Ia menempatkan istri-istrinya dan anak-anaknya di barisan belakang, sebagai tindakan perlindungan jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Dengan hati yang penuh doa dan harapan, Yakub berjalan maju untuk menemui Esau, bersiap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi.

Saat Esau mendekat dengan empat ratus orang tentaranya, Yakub merasakan getaran ketakutan dalam hatinya. Namun, ia tetap melangkah maju dengan penuh keyakinan. Ketika mereka akhirnya bertemu, Yakub tunduk hingga tujuh kali di hadapan Esau sebagai tanda hormat dan penyesalan atas segala yang telah terjadi di masa lalu.

Esau, yang selama bertahun-tahun telah melunakkan hatinya dan juga mendapat hidayah dari Awloh, mendekati Yakub dengan air mata. Esau memeluk Yakub dengan hangat dan penuh kasih sayang, menandakan bahwa ia telah memaafkan saudaranya. Pertemuan ini menjadi momen yang sangat emosional dan mengharukan. Yakub dan Esau menangis bersama, melepaskan segala beban dan rasa sakit yang telah mereka pendam selama bertahun-tahun.

Esau menerima hadiah-hadiah dari Yakub, meskipun ia sendiri merasa tidak membutuhkannya. Dengan penuh kasih sayang, ia berkata kepada Yakub bahwa kehadirannya dan keselamatannya sudah lebih dari cukup baginya. Pertemuan ini menandai rekonsiliasi yang tulus antara kedua saudara tersebut, menghapus semua dendam dan rasa sakit di masa lalu.

Yakub merasa sangat lega dan bersyukur kepada Awloh atas segala perlindungan dan rahmat-Nya. Ia menyadari bahwa pengampunan dan kasih sayang Awloh jauh lebih besar daripada permusuhan dan kebencian manusia. Momen rekonsiliasi ini bukan hanya menjadi akhir dari ketegangan di antara mereka, tetapi juga simbol dari awal yang baru, di mana cinta dan perdamaian mengalahkan dendam dan permusuhan.

Dengan hati yang penuh syukur, Yakub menetap di tanah Kanaan dan melanjutkan hidupnya sebagai patriark dari dua belas suku Israel. Ia terus mengajarkan kepada anak-anaknya tentang pentingnya iman, kesabaran, dan pengampunan. 


Setelah berhasil melalui berbagai ujian dan tantangan, Yakub akhirnya menetap di tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan oleh Awloh kepada kakeknya, Nabi Ibrahim, dan ayahnya, Nabi Ishak Dengan penuh rasa syukur dan keyakinan yang semakin kuat, Yakub memulai babak baru dalam kehidupannya sebagai patriark dari dua belas suku Israel, yang terdiri dari anak-anaknya yang terkasih.

Yakub memiliki dua belas putra dari istri-istrinya: Lea, Rahel, Zilpa, dan Bilha. Setiap anaknya kelak menjadi nenek moyang dari dua belas suku Israel yang tersebar di berbagai wilayah. Keberadaan dua belas putranya ini bukan sekadar jumlah, melainkan juga menggambarkan keragaman dan kekayaan budaya serta spiritual yang nantinya akan membentuk bangsa Israel.

Sebagai seorang ayah dan pemimpin, Yakub tidak hanya bertanggung jawab dalam hal-hal materiil, tetapi juga dalam hal-hal spiritual dan moral. Ia selalu mengingatkan anak-anaknya untuk beribadah dan menaati perintah Awloh, menjadikan keteladanan sebagai cara untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keimanan dalam kehidupan keluarga. Yakub juga memberikan perhatian khusus pada pendidikan dan pengetahuan agama, memastikan bahwa setiap anaknya memahami dan menghayati ajaran-ajaran yang diwariskan oleh kakeknya, Nabi Ibrahim.

Yakub menghabiskan sisa hidupnya dengan penuh rasa syukur dan kedamaian, dikelilingi oleh anak-anak dan cucu-cucunya. Sebelum meninggal, Yakub memanggil semua anaknya dan memberikan pesan terakhir, menegaskan kembali pentingnya iman dan ketaatan kepada Awloh. Ia meminta mereka untuk tetap bersatu dan menjaga warisan spiritual yang telah diberikan oleh para leluhur mereka.

Demikianlah kisah ini diceritakan, semoga dapat menghibur dan menambah wawasan, Wawlohu A’lam Bishawab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Legenda Putri Gunung Ledang, Cerita Rakyat Malaka

Kisah Legenda Puteri Junjung Buih, Cerita Rakyat Kalimantan

Kisah Gunung Sumbing: Sejarah, Legenda dan Cerita Mistis